Gedung Mahkamah Agung (ari saputra/detikcom) Jakarta - Mahkamah Agung (MA) kembali didaulat sebagai pengadil dalam sengketa pemilukada sesuai Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Diharapkan MA melakukan reformasi besar-besaran karena mengadili perkara suara rakyat.
Hal itu diutarakan oleh pengamat hukum tata negara Prof Widodo Ekatjahjana. Dia mengaku kaget ketika mengetahui MA mengadili sengketa pemilukada.
"MA harus lakukan reformasi besar-besaran karena sekarang dia memegang sengketa pemilukada. Kita tidak bisa lupa karena MA saat ini memang belum banyak berbenah, mulai dari mafia kasus, transparansi publik, akuntabilitas dan sistem administrasi yang belum baik," ujar Widodo saat dihubungi detikcom, Selasa (7/10/2014).
Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember ini memberikan catatan buruk kepada MA terutama soal keterbukaannya pada publik. Bila itu tidak diperbaiki maka hal itu akan menambah permainan mafia di sengketa pilkada.
"Tolong dicatat, sampai saat ini kita melihat MA belum sama sekali terbuka. Accses to justice yang diberikan ke masyarakat juga belum baik. Terlebih masih banyak putusan-putusan yang diskriminasi," papar Widodo.
Dia juga sanksi bisa kepada MA karena lembaga pimpinan Hatta Ali itu masih banyak perkara menumpuk. MA sendiri hampir setiap hari menangani ratusan perkara pidana, perdata, tata usaha negara, hubungan industrial dan lain-lain.
"Melihat kultur di MA saya rasa praktik peyimpangan sulit dihilangkan," ujar Widodo.Next
Ikuti berbagai berita menarik hari ini di program "Reportase" TRANS TV yang tayang Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB(rvk/asp)