Jakarta - Dua bocah korban pelecehan seksual di Jakarta International School (JIS) siang ini dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pemerhati anak yang juga ditunjuk sebagai saksi ahli menyatakan tidak setuju.
"Sebetulnya, kalau nggak diajak ke sini (sidang) korban akan cepat baik. Namun jika begini (dibawa) ke sidang maka akan trauma lagi. Apalagi saya tidak setuju anak dijadikan saksi di sidang. Cukup dengan pendekatan psikologi. Dan saksi ahli bisa menjelaskan," ujar Kak Seto kepada wartawan sebelum persidangan di PN Jaksel, Rabu (8/10/2014).
Menurutnya keterlibatan anak-anak ini di dalam sidang yang didominasi oleh orang dewasa justru akan mempengaruhi psikologis mereka.
"Menurut saya justru akan memperlama proses treatment psikologis yang akan dilakukan. Dia (korban) masih usia dini, rawan dengan pelanggaran hak anak. Sudah jadi korban, lalu dia juga menjadi saksi dan diingatkan lagi kejadiannya. Padahal saat ini korban sedang mencoba untuk melupakan semua," jelasnya.
Kak Seto juga menyesltkan tindakan yang diambil oleh pihak yang membawa anak-anak tersebut ke persidangan. Padahal usulan semula, kesaksian anak-anak ini dapat diberikan melalui teleconference, sehingga tak ada kontak langsung antara korban dan terdakwa.
"Malah saya tanya, apakah sudah menyurati ke menteri, pejabat nggak ada upaya untuk mencegah, itu yang disesalkan," jelas Kak Seto.
"Sementara kondisi anak saat ini emosinya meledak-ledak, menunjukkan agresifitas dan trauma. Dengan kondisi yang seperti ini menurut saya akan semakin sulit di treatment kalau diikutsertakan di persidangan," tutupnya.
Saat ini persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi korban masih berlangsung secara tertutup.
Ikuti berbagai peristiwa menarik yang terjadi sepanjang hari ini hanya di "Reportase" TRANS TV Senin - Jumat pukul 16.45 WIB(rni/sip)